Jumat, 30 September 2016

Menampilkan Teks Apa Adanya dengan Mode Verbatim di Latex


Salah satu masalah yang pernah saya alami saat masih berstatus pemula Latex adalah sulitnya menampilkan teks apa adanya dalam dokumen.  Saat itu, saya menulis artikel mengenai perintah-perintah dasar Latex dengan menggunakan Latex. Saya kesulitan menampilkan perintah Latex di dokumen. Penyebab masalah ini adalah script yang mengandung perintah-perintah Latex selalu diproses oleh Latex ketika di compile. Mari kita perhatikan sejenak script Latex di bawah ini:

\begin{center} 
\textbf{Teks ini seharusnya tebal} \\ 
\textcolor{red}{Teks ini seharusnya berwarna merah} 
\end{center}

Jika script di atas di-compile ke bentuk PDF (Portable Document Format) maka hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


Setelah mencari ke sana kemari, seorang teman menjelaskan bahwa Latex menyediakan mode verbatim untuk mengatasi masalah saya. Teks yang akan ditampilkan apa adanya harus dimulai dengan \begin{verbatim} dan diakhiri dengan \end{verbatim}.

Semua teks yang berada di antara kedua tanda tersebut akan ditampilkan apa adanya walaupun memuat perintah-perintah Latex.

Ok, kita langsung saja praktek. Perhatikan script di bawah ini:

\begin{verbatim} 
\begin{center} 
\textbf{Teks ini seharusnya tebal} \\ 
\textcolor{red}{Teks ini seharusnya berwarna merah} 
Teks ini berada dalam mode verbatim 


\end{center} 
\end{verbatim}

Jika script di atas di-compile ke bentuk PDF maka hasilnya akan seperti berikut ini:


Demikian postingan kali ini. Jika ada yang kurang jelas, silakan bertanya di kolom komentar. Semoga postingan ini bermanfaat bagi anda!

Memasukkan Gambar ke dalam Dokumen Menggunakan Latex



Latex memungkinkan kita memasukkan gambar ke dalam dokumen. Jika kita ingin memasukkan gambar ke dalam dokumen maka perlu dideklarasikan penggunaan paket graphicx pada bagian preambule dengan perintah sebagai berikut:

\usepackage{graphicx}

Tempatkan gambar yang ingin dimasukkan pada direktori/folder yang sama dengan dokumen Latex. Misalkan kita ingin memasukkan gambar dengan nama logo-unhas.jpg maka script-nya adalah sebagai berikut:

\begin{figure}[h] 
\begin{center} 
\includegraphics[scale=0.5]{logo-unhas.jpg} 
\caption{Logo Universitas Hasanuddin} 
\label{unhas} 
\end{center} 
\end{figure}

Jika script di atas di-compile ke dalam bentuk PDF (Portable Document Format) maka hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:



Penjelasan


Huruf dalam kurung siku pada \begin{figure}[h] berfungsi sebagai pengatur posisi gambar dalam suatu halaman. Huruf-huruf yang dapat dimasukkan ke dalam kurung siku adalah sebagai berikut:
h (here) Gambar diletakkan tepat di tempat perintah tersebut diletakkan. Jika keadaan tidak menungkinkan (ruang tidak cukup) maka gambar akan diletakkan pada halaman selanjutnya.
t (top) Gambar diletakkan di bagian atas halaman.
b (botton) Gambar diletakkan di bagian bawah halaman.
p (page) Gambar diletakkan pada halaman tersendiri.
Perintah \begin{center} dan \end{center} dimaksudkan untuk menentukan posisi gambar terhadap tepi dokumen, dalam hal ini gambar rata tengah (center). Nilai center dapat anda ganti dengan flushleft (rata kiri) atau flushright (rata kanan) sesuai kebutuhan. Perintah yang terdapat dalam kurung siku pada \includegraphics[scale=0.5]{logo-unhas.jpg} berfungsi untuk menentukan skala gambar terhadap ukuran aslinya. Jika anda ingin agar gambar yang ditampilkan di dalam dokumen memiliki ukuran yang sama dengan aslinya maka ganti 0.5 dengan 1. Anda juga bisa mengganti perintah scale dengan width dan height untuk menentukan lebar dan tinggi gambar. Misalnya anda ingin memasukkan gambar dengan ukuran lebar = 3 cm dan tinggi = 4 cm maka scriptnya adalah sebagai berikut:

\includegraphics[width=3cm, height=4cm]{logo-unhas.jpg}

Namun, perlu diingat bahwa menggunakan perintah width dan height secara bersamaan dapat mengakibatkan gambar terlihat tidak proporsional. Gunakan saja salah satunya supaya gambar yang ditampilkan tetap proporsional. Misalnya anda hanya menggunakan perintah width dengan nilai 3cm maka Latex akan menyesuaikan tingginya agar tetap proporsional dengan lebar gambar.

Perintah \caption{Logo Universitas Hasanuddin} digunakan untuk memberi keterangan pada gambar. Latex memberi nomor gambar pada bagian keterangan secara otomatis (misalnya : Figure 1 ... ).

Nomor suatu gambar dapat berubah secara otomatis jika gambar baru dimasukkan dengan posisi sebelum gambar tersebut. Hal ini akan menyusahkan dalam pembuatan rujukan ke gambar dalam dokumen. Untuk mengatasi masalah ini maka keyword dalam label sangat dibutuhkan saat membuat rujukan ke gambar yang bersangkutan. Untuk membuat rujukan ke gambar maka gunakanlah perintah \ref. Contoh:

Logo Universitas Hasanuddin dapat dilihat pada gambar \ref {unhas}.

Jika nomor gambar logo Unhas di dalam dokumen adalah 1 maka output dari script di atas adalah sebagai berikut:
Logo Universitas Hasanuddin dapat dilihat pada gambar 1.
Demikian postingan kali ini. Jika ada yang kurang jelas, mohon ditanyakan di kolom komentar! Semoga bermanfaat.

Senin, 26 September 2016

Bahasa Bugis : Dulu dan Sekarang

Bulan lalu saya KKN di Desa Ajubissue, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Salah satu hal yang saya sukai dari desa ini adalah banyaknya koleksi buku di perpustakaan desa. Bahkan saya menemukan sebuah buku yang berjudul "Sejarah Kerajaan Tanah Bone" yang ditulis oleh Andi Palloge. Buku yang tidak pernah saya temui di perpustakaan desaku di Bone, tanah kelahiranku. Saya segera meminjam buku ini dan membawanya ke posko. Sampul bukunya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



Ada yang aneh ketika saya membaca kutipan-kutipan dari lontara yang terdapat di dalam buku ini. Ada beberapa kata yang tidak saya pahami dan tidak pernah saya dengar diucapkan oleh masyarakat Bugis di kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Padahal Lontara tersebut bercerita tentang sejarah Bone, ditulis oleh orang Bone dan saya sendiri sebagai pembaca adalah orang Bone yang lahir dan besar di Bone. Ini dia salah satu kutipan yang saya baca:
"Iyana kilaowang lao riko La Marupe', amaseang nakeng, aja'na muallajang. Mutudang ri tanamu na ikona puatakkeng. Elomu elo rikkeng. Na passuromuna kiyolai, kipogau', angikko kiraokkaju, tiakkommiring riakkeng mutappalireng. Ellauko kiabbere, olliko kisawe, attampako kilao. Namua ana'meng bainemmeng na pattarokkeng muteaiwi kiteai towisia. Narekko monromuno mai rini, naikona kipopuang."
Kutipan di atas merupakan pernyataan masyarakat Bone di masa lalu ketika meminta Baginda Mata Silompoe Manurungnge ri Matajang (Raja Bone Pertama) supaya berkenang manjadi Mangkau (Raja) di Bone. Saya harus membaca terjemahan yang ada di buku baru saya mengerti makna kutipan di atas. Adapun terjemahannya adalah sebagai berikut:
"Adapun kedatangan kami kepadamu, wahai La Marupe (Istilah untuk sesuatu yang ditakuti), adalah mendapat limpahan belas kasihan, jangalah engkau menghilang. Duduklah di tanah (kekuasaan)mu dan engkaulah tuan kami. Kehendakmu adalah kehendak kami. Perintahmu akan kami patuhi, kami laksanakan. Engkau adalah angin sedangkan kami hanya dedaunan. Engkau bertiup ke arah kami dan mengarahkan kami. Mintalah maka kami akan memberi, panggillah maka kami akan menyahut, undanglah kami maka kami akan datang. Walaupun yang engkau tidak sukai adalah istri-istri, anak-anak dan kesukaan kami maka kami pun tidak akan menyukainya. Jika engkau bersedia menetap di sini maka engkaulah yang kami pertuan."
Dalam masyarakat Bone saat ini sudah tidak dikenal kata ganti orang pertama jamak (kami) dengan struktur seperti yang terdapat dalam kutipan di atas. Namun, kutipan di atas berisi kata ganti orang pertama jamak dengan struktur yang aneh seperti:
  1. Bainemmeng (istri-istri kami)
  2. Puattakkeng (Tuan kami)
Dalam bahasa Bugis yang digunakan di Bone saat ini, kedua contoh di atas akan berubah menjadi:
  1. Pada baineku'
  2. Pada Puakku'
Kesimpulan saya dari kasus ini adalah:
  1. Tata bahasa Bugis yang digunakan  masyarakat Bone di zaman dahulu tidak sama dengan tata bahasa Bugis yang digunakan oleh masyarakat Bone di zaman sekarang.
  2. Banyak kata-kata dalam lontara yang sudah tidak digunakan saat ini. Contoh: kisawe (kami menyahut).
Kedua hal di atas akan menyebabkan orang-orang Bugis saat ini kewalahan dalam memahami isi lontara yang diwariskan oleh leluhur mereka walaupun mereka sangat lancar membaca huruf-huruf lontara. Bahkan ada orang yang beranggapan bahwa Lontara I La Galigo tidak menggunakan bahasa Bugis lantaran dia sebagai orang Bugis tidak memahami maknanya ketika membacanya.

Sekarang ini bahasa Bugis sudah banyak dipengaruhi oleh bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan di Negara Indonesia yang tercinta. Hal ini merupakan suatu hal yang alamiah dan telah terjadi pada banyak bahasa di dunia. Sekarang masyarakat Bugis di daerah Bone, ketika mengucapkan kata "menonton” dalam bahasa Bugis, mereka menggunakan kata manontong. Kata tersebut merupakan kata serapan dari Bahasa Indonesia yaitu "menonton”. Sebenarnya hal ini dapat dimaklumi jika dalam Bahasa Bugis tidak terdapat terjemahan dari kata menonton, tapi ternyata ada, hanya kita yang malas menggunakannya. Orang-orang dulu menggunakan kata makkita-ita untuk kata menonton, tapi sekarang kata tersebut tidak pernah terdengar terucapkan oleh orang-orang yang sedang berkomunikasi dalam Bahasa Bugis di daerah kelahiran saya, Kota Beradat Watampone.

Jika tidak ada daya upaya dalam melestarikan bahasa Bugis maka suatu saat semua kata dalam bahasa Bugis akan tergantikan oleh kata-kata serapan dari bahasa Indonesia. Salah satu cara untuk melestarikan bahasa Bugis adalah dengan membuat kamus Bahasa Bugis sehingnga kata yang sudah jarang digunakan dalam berkomunikasi dapat terselamatkan. Akan tetapi cara ini tidak sepenuhnya memberikan solusi terhadap semua masalah yang dihadapi.

Salah satu masalah yang di hadapi oleh bahasa Bugis sebagai bahasa daerah yang paling banyak penuturnya di Sulawesi Selatan adalah kurangnya minat generasi mudah untuk mendalami dan melestarikan bahasa Bugis. Bagi sebagian besar generasi mudah, bahasa Bugis hanya dipandang sebagai bahasa ibu. Mereka lupa bahwa bahasa Bugis adalah pusaka, kehormatan, identitas, filosofi, dan seni bagi masyarakat Bugis. Mereka lupa bahwa Sure I La Galigo sebagai puisi epik terpanjang di dunia tertulis dalam aksara Lontara dan bahasa Bugis.

Jika anda berminat mempelajari bahasa Bugis dengan cara mendengarkan langsung pengucapannya dari penutur aslinya disertai artinya, silakan kunjungi channel Gantolle Cella di Youtube, atau anda bisa langsung menonton beberapa videonya berikut ini.

⇛ 40 Pertanyaan yang Umum Digunakan dalam Bahasa Bahasa Bugis:


⇛ 25 Nama Binatang dan Artinya:


Demikian, semoga bermanfaat!

Tidak dapat menjalankan perintah sudo di Terminal Fedora


Postingan kali ini membahas mengenai masalah yang biasa didapati oleh teman-teman saya yang baru menggunakan Linux. Seorang teman pernah mengadukan masalahnya saat tidak dapat menjalankan perintah sudo di terminal Fedora. Hal ini dikarenakan tipe akun tidak disetting sebagai administrator saat proses instalasi.

Ok, kita langsung saja ke TKP. Ada dua cara untuk mengatasi masalah ini, yaitu:

  1. Mengedit file sudoers dalam direktori etc
  2. Mengaktifkan mode administrator melalui System Settings

File sudoers dapat diedit dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

  • Buka Terminal
  • Masuk ke mode superuser dengan perintah su
  • Buka file sudoers dengan menjalankan perintah berikut:
gedit /etc/sudoers
  • Di dalam file sudoers, anda akan melihat kode seperti di bawah:
ROOT All=(ALL) ALL
  • Jika sudah ketemu, tambahkan baris dibawah ini tepat di bawah kode di atas dengan mengganti namauser dengan username anda:
namauser ALL=(ALL) ALL
  • Simpan perubahan lalu restart komputer.

Jika anda belum terbiasa berhadapan dengan baris-baris kode seperti di atas maka gunakan cara kedua, yaitu:

  • Masuk ke System Settings
  • Pada bagian Sistems, klik User Accounts
  • Ubah Account Type menjadi Administrator
  • Keluar kemudian restart komputer

Semoga bermanfaat!

Jumat, 06 Mei 2016

Manusia Adalah Filsuf Secara Alami



Sebagaimana yang telah dipahami bahwa aktivitas seorang ahli filsafat atau filsuf adalah berpikir. Berpikir tentang apa saja dan dimana saja. Fisikawan teoretis dan matematikawan membutuhkan pensil dan kertas, namun kebutuhan mendasar bagi filsuf adalah segala sesuatu yang mendukung untuk berpikir, entah itu bantal atau sofa yang empuk.

Ketika seorang filsuf sedang berpikir maka yang ada di dalam kepalanya adalah pertanyaan yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Ketika ia memperoleh jawabannya maka jawaban tersebut akan dikritik, disanggah dan dipertanyakan kembali. Dalam hal ini, terjadi proses bertanya dan menjawab terus-menerus sampai didapat jawaban yang menyakinkan, jawaban yang fundamental.

Dari sini dapat dipahami bahwa jika seseorang mempertanyakan sesuatu secara terus-menerus sampai ke akar-akarnya maka sesungguhnya ia adalah filsuf. Jadi filsuf bukanlah seseorang yang menghapal banyak pendapat-pendapat, melainkan mereka yang mudah meragukan dan mempertanyakan sesuatu walaupun sesuatu itu terlarang untuk dipertanyakan bagi sebagian besar orang.

Ketika seseorang mempertanyakan apa saya maka sesungguhnya ia sedang berfilsafat. Misal, ketika seseorang ditolak oleh seorang wanita yang dicintainya maka mungkin ia akan bertanya dalam hati, "kenapa ia menolakku?", "apa yang kurang dariku?", "apakah karena aku jelek?", "apa itu jelek?", "apa karena alasan itu atau ada alasan lain?", "apa ada laki-laki lain yang dia cintai?". Semua pertanyaan-pertanyaan itu menandakan bahwa orang tersebut sedang berfilsafat.

Pada hakikatnya, semua manusia adalah filsuf secara alami. Hal ini bisa dilihat pada anak kecil. Anak kecil cenderung mempertanyakan apa saja yang bisa membuat orang tuanya kewalahan. Bagi anak kecil, segala sesuatu dalam hidup ini adalah masalah, sebuah teka-teki, sesuatu yang perlu dipertanyakan, sesuatu yang perlu dipahami. Anak kecil akan mempertanyakan, "apa ini?", "apa itu?", "kenapa begitu?". Bahkan ketika dilarang untuk bertanya, ia akan mengatakan, "kenapa tidak boleh?". Jika orang orang tuanya mengatakan, "karena kamu masih kecil?". Anak itu mungkin akan bertanya lagi, "kenapa anak kecil tidak boleh tapi orang dewasa boleh?". "pokoknya tidak boleh?" jawab ibunya. "tapi kenapa tidak boleh?" tanya anak itu. "Jangan tanya lagi, titik!" kata ibunya. Jawaban ibunya, walaupun ia bermaksud baik, sebenarnya telah mematikan kecenderungan filosofis dalam diri anaknya.

Yang terjadi selanjutnya adalah proses pembiasaan yang terjadi terus-menerus. Keinginan untuk mencari kebenaran telah hilang. Anak diajari untuk menerima segala sesuatu tanpa mempertanyakan alasannya. Ibunya atau orang-orang di sekelilingnya telah menghilangkan sikap filsuf sang anak. Mulai saat itu, hidup bagi sang anak adalah tanda seru, bukan lagi tanda tanya.

Sekian postingan kali ini. Semoga bermanfaat!

Jumat, 29 April 2016

Katanya Mengamalkan Al-Qur'an, Mana?

Surah al-Ghasyiyah

Akhir-akhir ini banyak sekali imam yang gemar membaca surah Al-Ghasiyah sampai-sampai saya hampir menghafalnya gara-gara selalu mendengarnya. Hari ini saya kembali mendengar surah itu dibaca di mesjid. Imam yang membaca surah tersebut adalah golongan yang mengaku mengamalkan Al-Qur'an dan Sunnah. Yang aneh, saya belum pernah melihat mereka mengamalkan (mungkin mereka melakukannya sembunyai-sembunyi) Al-Ghasiyah 88: 17-20 yang mereka baca :
"Maka tidaklah mereka memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit (segala sesuatu di luar bumi), bagaimana ia ditinggikan (dijauhkan dari bumi)? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan (jika kita berjalan ke satu arah terus menerus maka kita kembali ke tempat semula)?"
Tanyailah mereka makna ayat-ayat sains dalam Al-Qur'an, niscaya mereka akan menjawab dengan menggunakan persepsi orang-orang terdahulu mengenai alam semesta. Tanyailah mereka tentang waktu yang dibahas oleh Al-Qur'an, niscaya jawaban mereka akan bersesuaian dengan konsep Newton.

Tanyailah mereka tentang ayat-ayat yang memerintahkan untuk berpikir. Kamu akan mendapati mereka mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut merupakan perintah untuk memikirkan ayat-ayat Al-Qur'an semata.

Tanyailah mereka tentang makna dari ulama maka mereka akan mengatakan bahwa yang dimaksud ulama adalah mereka yang memiliki ilmu tentang kitab suci, hadits dan fiqih. Tanyailah mereka tentang makna "segala sesuatu diciptakan bepasang-pasangan", niscaya mereka akan mengatakan bahwa "atas" berpasangan dengan "bawah", "tingi" berpasangan dengan "rendah", "bumi" berpasangan dengan "langit" dan "laki-laki" berpasangan dengan "perempuan".

Jikalau mereka menjawab seperti itu maka katakanlah, "apa pasangan dari materi?"

Jika pertanyaan ini diutarakan kepada kaum sufi berfaham wahdatul wujud maka mereka akan mengatakan bahwa pasangan dari materi adalah Tuhan. Namun, jika pertanyaan ini ditanyakan kepada kaum ortodox maka mereka akan kebingungan karena tidak mungkin mereka berani menyejajarkan materi yang diciptakan dengan Tuhan yang menciptakan.

(Catatan di hari Jumat yang penuh berkah)

Minggu, 24 April 2016

Tensor Metrik dalam Koordinat Polar


Koordinat polar ($r,\theta$), memiliki dua vektor satuan, $\hat{r}$ dan $\hat{\theta}$, dimana arah kedua vektor satuan tersebut saling tegak lurus, dalam bahasa matematika dapat dituliskan sebagai

$$\hat{r} \cdot \hat{\theta}=0.$$

Hubungan antara koordinat Kartesian dua dimensi dan koordinat polar diberikan oleh

\begin{align}
x(r,\theta) &= r \cos \theta \nonumber \\
y(r, \theta) &= r \sin \theta \label{kart-pol}
\end{align}

untuk kemudahan dalam pengoperasian, maka dimisalkan $r = x_1$ and $\theta = x_2$, maka pers. ($\ref{kart-pol}$) berubah menjadi

\begin{align}
x(x_1,x_2) &= x_1 \cos x_2 \nonumber \\
y(x_1, x_2)&= x_1 \sin x_2 . \label{kart-pol2}
\end{align}

Diferensial total per. ($\ref{kart-pol2}$) diberikan oleh

\begin{align}
dx &= \cfrac{\partial x}{\partial x_1} dx_1 + \cfrac{\partial x}{\partial x_2} dx_2 \nonumber \\
dy &= \cfrac{\partial y}{\partial x_1} dx_1 + \cfrac{\partial y}{\partial x_2} dx_2 \label{dxdy}
\end{align}

Jarak antara dua titik dalam koordinat Kartesian dua dimensi diberikan oleh teorema Phytagoras

\begin{align}
ds^2 = dx^2 + dy^2 \label{ds}
\end{align}

Subtitusikan pers. ($\ref{dxdy}$) ke pers. ($\ref{ds}$) maka diperoleh

\begin{align}
ds^2 &= \begin{bmatrix}
\cfrac{\partial x}{\partial x_1} dx_1 + \cfrac{\partial x}{\partial x_2} dx_2
\end{bmatrix}^2 + \begin{bmatrix}
\cfrac{\partial y}{\partial x_1} dx_1 + \cfrac{\partial y}{\partial x_2} dx_2
\end{bmatrix}^2 \nonumber \\
ds^2 &= \sum_{i,j=1}^{2} \begin{bmatrix}
\cfrac{\partial x}{\partial x_i} \cfrac{\partial x}{\partial x_j} + \cfrac{\partial y}{\partial x_i} \cfrac{\partial y}{\partial x_j}
\end{bmatrix} dx_i dx_j \label{ds-jabar}
\end{align}

dimana

\begin{align}
\text{g}_{ij} = \cfrac{\partial x}{\partial x_i} \cfrac{\partial x}{\partial x_j} + \cfrac{\partial y}{\partial x_i} \cfrac{\partial y}{\partial x_j} \label{gij}
\end{align}

$\text{g}_{ij}$ disebut sebagai tensor metrik. Komponen-komponen tensor dapat ditampilkan sebagai matriks. Fungsi metrik $\text{g}_{ij}$ dapat dianggap sebagai elemen matriks $2 \times 2$.

\begin{align}
\text{g}_{ij} &= \begin{pmatrix}
\text{g}_{11} & \text{g}_{12} \\
\text{g}_{21} & \text{g}_{22}
\end{pmatrix} \nonumber \\
&= \begin{pmatrix}
1 & 0 \\
0 & (x_1)^2
\end{pmatrix} \nonumber \\
\text{g}_{ij} &= \begin{pmatrix}
1 & 0 \\
0 & r^2
\end{pmatrix} \label{gij-matriks}
\end{align}

Dari pers. ($\ref{ds-jabar}$) dan ($\ref{gij-matriks}$) diperoleh jarak antara dua titik dalam koordinat polar

\begin{align}
ds^2 &= \sum_{ij=1}^{2} \text{g}_{ij} dx_i dx_j = \text{g}_{11} dx_1 dx_1 + \text{g}_{12} dx_1 dx_2 \nonumber \\
& \text{ } + \text{g}_{21} dx_2 dx_1 + \text{g}_{22} dx_2 dx_2 \nonumber \\
&= (1) dx_1^2 + (0) dx_1 dx_2 + (0) dx_2 dx_1 + (x_1^2) dx_2^2 \nonumber \\
&= dx_1^2 + x_1^2 dx_2^2 \nonumber \\
ds^2 &= dr^2 + r^2 d\theta^2
\end{align}

Untuk lebih jelasnya, versi pdf dapat diunduh dengan mengklik tautan di bawah ini:
Metric Tensor in Polar Coordinates.pdf
Mohon dimaklumi kalau bahasa Inggris-nya amburadul, masih pemula. Demikian postingan kali ini. Semoga bermanfaat!

Sabtu, 23 April 2016

Penulisan Proposal dan Skripsi Unhas Menggunakan Latex


Postingan kali ini membahas penulisan Proposal dan Skripsi Unhas menggunakan Latex. Para mahasiswa di Unhas khususnya di Jurusan Fisika seringkali kesulitan dalam menulis proposal atau skripsi menggunakan Latex. Hal ini dikarenakan format standar Latex yang tidak sesuai dengan format penulisan di Unhas yang telah diwarisi turun temurun.

Bagi teman-teman di Unhas yang ingin menulis proposal atau skripsi menggunakan Latex namun terkendala oleh format standar Latex, saya telah membuat template yang disesuaikan dengan format penulisan yang biasa digunakan di Unhas. Template ini masih dalam proses penyempurnaan, namun sudah ada mahasiswa Fisika yang menggunakannya.

Silakan klik tautan di bawah ini untuk mengunduh template-nya:
Skripsi Unhas Menggunakan LaTeX
Semoga bermanfaat!

Selasa, 12 April 2016

Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)


Dalam GLBB (Gerak Lurus Berubah Beraturan), ada 3 persamaan yang harus selalu diingat yaitu:

\begin{align}
v_t &=v_0+a\Delta t \label{kecepatan} \\
s &=v_0t+\frac{1}{2}at^2 \label{perpindahan} \\
v_{t}^{2} &=v_{0}^{2}+2as \label{kecepatan2}
\end{align}

dimana:

            $v_t$ = kecepatan pada saat $t$ ($m/s$)
            $v_0$ = kecepatan awal ($m/s$)
            $a$ = percepatan ($m/s^2$)
            $t$ = waktu ($s$)
            $s$ = perpindahan ($m$)

Kita tidak diakui telah lulus dari Fisika Dasar jika tidak mengingat ketiga persaman di atas.
Pertanyaan:
Mengapa persamaan ($\ref{kecepatan}$), ($\ref{perpindahan}$), dan ($\ref{kecepatan2}$) memiliki bentuk seperti itu?
Ketiga persamaan di atas tentu saja tidak diperoleh dari mimpi atau dari bisikan-bisikan gaib. Jika anda belum tahu mengapa ketiga persamaan di atas memiliki bentuk seperti itu, ikutilah uraian selanjutnya.

Hal pertama yang perlu dipahami dalam GLBB adalah bahwasanya percepatan tidak sama dengan nol ($a \neq 0$) dan konstan. Artinya, benda mengalami perubahan kecepatan secara beraturan dimana percepatan yang dialami benda adalah:

\begin{align}
a = \frac{dv}{dt} \label{percepatan}
\end{align}

Dari persamaan ($\ref{percepatan}$) diperoleh:

\begin{align}
dv = a dt \label{dv}
\end{align}

atau:

\begin{align}
\int_{v_0}^{v}dv = \int_{t_0}^{t}a dt \label{int-dv}
\end{align}

$a$ dapat kita keluarkan karena $a$ konstan (tidak mengalami perubahan terhadap waktu/tidak mengandung unsur waktu), maka persamaan ($\ref{int-dv}$) berubah menjadi:

\begin{align}
\int_{v_0}^{v}dv &= a \int_{t_0}^{t} dt \nonumber \\
v-v_0 &= a (t-t_0) \nonumber \\
v-v_0 &= a \Delta t
\end{align}

Jika diasumsikan bahwa kecepatan awal $v_0 = 0$ maka kita langsung memperoleh persamaan ($\ref{kecepatan}$) dalam GLBB yaitu:

\begin{align}
v = v_0 + a \Delta t \nonumber
\end{align}

Kita ketahui bahwa rumus kecepatan dalam GLB (Gerak Lurus Beraturan) adalah $v = \frac{dr}{dt}$, kita dapat peroleh:

\begin{align}
dr =v dt \label{dr}
\end{align}

Jika persamaan ($\ref{kecepatan}$) disubtitusikan ke persamaan ($\ref{dr}$) maka diperoleh:

\begin{align}
dr &= ( v_0 + at ) \text{ } dt \nonumber \\
\int_{s_0}^{s}dr &= \int_{t_0}^{t}( v_0 + at ) \text{ } dt \nonumber \\
s-s_0 &= v_0 t + \frac{1}{2} at^2 \nonumber \\
s-0 &= v_0 t + \frac{1}{2} at^2
\end{align}

Sekarang, kita peroleh persamaan ($\ref{perpindahan}$), yaitu:

\begin{align*}
s = v_0 t + \frac{1}{2} at^2
\end{align*}

Jika persamaan ($\ref{kecepatan}$) disubtitusikan ke persamaan ($\ref{perpindahan}$) maka:

\begin{align}
v &= v_0 + a \Delta t \nonumber \\
t &= \frac{v-v_0}{a} \nonumber \\
s &= v_0 (\frac{v-v_0}{a}) + \frac{1}{2}a (\frac{v-v_0}{a})^2 \nonumber \\
s &= \frac{v_0v - v_0^2}{a} + \frac{v^2 - 2v_0v + v_0^2}{2a} \nonumber \\
s &= \frac{-2v_0^2 + v^2 + v_0^2}{2a} \nonumber \\
v^2 -2v_0^2 + v_0^2 &= 2as \nonumber \\
v^2 &= 2v_0^2 - v_0^2 + 2as \label{vkuadrat}
\end{align}

Dari persamaan ($\ref{vkuadrat}$) kita peroleh persamaan ($\ref{kecepatan2}$):

\begin{align}
v_t^2 = v_0^2 + 2as
\end{align}

Tetaplah bersemangat belajar Fisika. Download Versi PDF dengan mengklik tautan di bawah ini:
Gerak Lurus Berubah Beraturan.pdf 
Demikian postingan kali ini. Semoga bermanfaat!

Sabtu, 12 Maret 2016

Kesopanan Dalam Bahasa Bugis


Kesopanan merupakan salah satu aspek yang penting dalam berkomunikasi. Setiap bahasa memiliki cara tersendiri untuk merefleksikan kesopanan tersebut. Terkadang ada orang Indonesia yang menganggap Bahasa Inggris sebagai bahasa orang-orang yang tidak memiliki kesopanan karena selalu menggunakan kata ganti "you" untuk orang kedua tanpa memperdulikan dengan siapa kita berbicara. Jika dilihat dari sudut pandang Bahasa Indonesia memang terlihat seperti itu. Namun jika kita melihat dari sudut pandang bahasa-bahasa lain di dunia maka hal itu bukanlah sebuah masalah. Bukankah bahasa Arab sebagai bahasa yang sangat kompleks selalu menggunakan kata "anta" sebagai kata ganti orang kedua walaupun kata digunakan ketika berkomunikasi dengan Tuhan (berdoa). Walaupun saat ini saya sering bertemu dengan "ikhwan" yang mengganti "anta" dengan "antum" dengan alasan kesopanan.

Bahasa Bugis merupakan salah satu bahasa yang sangat menjunjung tinggi kesopanan. Aspek kesopanan dalam Bahasa Bugis dapat dilihat dari penggunakaan kata ganti orang kedua tunggal. Bahasa Bugis menggunakan kata ganti orang pertama jamak (idi' = kita) untuk menggantikan kata ganti orang kedua tunggal (iko = kamu) ketika:
  1. Berbicara kepada orang yang dihormati (misal orang tua) atau orang yang dituakan.
  2. Berbicara kepada orang yang belum akrab dengan pembicara. Kecuali orang yang diajak berbicara adalah anak kecil.
  3. Berbicara kepada orang yang memiliki status sosial yang tinggi baik dalam hal jabatan atau keadaan ekonomi
Penggunaan kata "idi" dalam berbicara terkadang membingunkan bagi orang yang belum memahami filosofi Bahasa Bugis karena kata ini secara kebahasaan memiliki arti "kita". Namun sering digunakan untuk orang kedua tunggal sehingga artinya berubah menjadi "anda". Apakah kata "idi" berarti "kita" atau "anda", harus dilihat konteks pembicaraan dan/atau struktur kalimat.

Misalkan ada seseorang yang berkata:
Idi' urennuang
Kata "idi" dalam kalimat di atas memiliki arti "Engkau" sehingga kalimat di atas memiliki arti:
Engkaulah yang saya harapkan
Alasannya adalah terdapatnya awalan u- pada kata kedua. Awalan "u" pada kata dua (urennung) bermakna "saya". Ketika kita mengartikan kata "idi" menjadi "kita" pada kalimat di atas maka terjemahannya akan menjadi:
Kitalah yang saya harapkan
Susunan kata seperti di atas tidak lazim dalam Bahasa Bugis. 

Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana susunan katanya dalam Bahasa Bugis ketika kita hendak mengucapkan `kitalah yang diharapkan'?

Kalimatnya akan berbentuk seperti di bawah:
Idi narennuang towe
Penggunaan awalan na- pada kata kedua dan enambahan kata "towe" (arti: orang-orang) berfungsi untuk menegaskan bahwa kata "idi" bermakna "kita". Ketika awalan na- diganti dengan awalan di- dan tambahahan kata "towe" dihilangkan maka kalimatnya akan menjadi:
Idi dirennuang
Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia akan memiliki arti:
Engkaulah yang kami harapkan
Kalimat seperti ini sering ditujukan kepada orang yang memiliki status sosial yang tinggi.

Tulisan ini didasarkan pada pengalaman saya selama puluhan tahun hidup dalam lingkungan dan tradisi Bugis di Watampone Bumi Arung Palakka. Demikian, mohon dikoreksi jika ada yang salah dengan analisis saya.

Jika anda berminat mempelajari bahasa Bugis dengan cara mendengarkan langsung pengucapannya dari penutur aslinya disertai artinya, silakan kunjungi channel Gantolle Cella di Youtube, atau anda bisa langsung menonton beberapa videonya berikut ini.

⇛ 40 Pertanyaan yang Umum Digunakan dalam Bahasa Bahasa Bugis:


⇛ 25 Nama Binatang dan Artinya:


Demikian, semoga bermanfaat!

Di-update pada hari Selasa, 19 Maret 2019, 05:16.