Sabtu, 12 Maret 2016

Kesopanan Dalam Bahasa Bugis


Kesopanan merupakan salah satu aspek yang penting dalam berkomunikasi. Setiap bahasa memiliki cara tersendiri untuk merefleksikan kesopanan tersebut. Terkadang ada orang Indonesia yang menganggap Bahasa Inggris sebagai bahasa orang-orang yang tidak memiliki kesopanan karena selalu menggunakan kata ganti "you" untuk orang kedua tanpa memperdulikan dengan siapa kita berbicara. Jika dilihat dari sudut pandang Bahasa Indonesia memang terlihat seperti itu. Namun jika kita melihat dari sudut pandang bahasa-bahasa lain di dunia maka hal itu bukanlah sebuah masalah. Bukankah bahasa Arab sebagai bahasa yang sangat kompleks selalu menggunakan kata "anta" sebagai kata ganti orang kedua walaupun kata digunakan ketika berkomunikasi dengan Tuhan (berdoa). Walaupun saat ini saya sering bertemu dengan "ikhwan" yang mengganti "anta" dengan "antum" dengan alasan kesopanan.

Bahasa Bugis merupakan salah satu bahasa yang sangat menjunjung tinggi kesopanan. Aspek kesopanan dalam Bahasa Bugis dapat dilihat dari penggunakaan kata ganti orang kedua tunggal. Bahasa Bugis menggunakan kata ganti orang pertama jamak (idi' = kita) untuk menggantikan kata ganti orang kedua tunggal (iko = kamu) ketika:
  1. Berbicara kepada orang yang dihormati (misal orang tua) atau orang yang dituakan.
  2. Berbicara kepada orang yang belum akrab dengan pembicara. Kecuali orang yang diajak berbicara adalah anak kecil.
  3. Berbicara kepada orang yang memiliki status sosial yang tinggi baik dalam hal jabatan atau keadaan ekonomi
Penggunaan kata "idi" dalam berbicara terkadang membingunkan bagi orang yang belum memahami filosofi Bahasa Bugis karena kata ini secara kebahasaan memiliki arti "kita". Namun sering digunakan untuk orang kedua tunggal sehingga artinya berubah menjadi "anda". Apakah kata "idi" berarti "kita" atau "anda", harus dilihat konteks pembicaraan dan/atau struktur kalimat.

Misalkan ada seseorang yang berkata:
Idi' urennuang
Kata "idi" dalam kalimat di atas memiliki arti "Engkau" sehingga kalimat di atas memiliki arti:
Engkaulah yang saya harapkan
Alasannya adalah terdapatnya awalan u- pada kata kedua. Awalan "u" pada kata dua (urennung) bermakna "saya". Ketika kita mengartikan kata "idi" menjadi "kita" pada kalimat di atas maka terjemahannya akan menjadi:
Kitalah yang saya harapkan
Susunan kata seperti di atas tidak lazim dalam Bahasa Bugis. 

Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana susunan katanya dalam Bahasa Bugis ketika kita hendak mengucapkan `kitalah yang diharapkan'?

Kalimatnya akan berbentuk seperti di bawah:
Idi narennuang towe
Penggunaan awalan na- pada kata kedua dan enambahan kata "towe" (arti: orang-orang) berfungsi untuk menegaskan bahwa kata "idi" bermakna "kita". Ketika awalan na- diganti dengan awalan di- dan tambahahan kata "towe" dihilangkan maka kalimatnya akan menjadi:
Idi dirennuang
Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia akan memiliki arti:
Engkaulah yang kami harapkan
Kalimat seperti ini sering ditujukan kepada orang yang memiliki status sosial yang tinggi.

Tulisan ini didasarkan pada pengalaman saya selama puluhan tahun hidup dalam lingkungan dan tradisi Bugis di Watampone Bumi Arung Palakka. Demikian, mohon dikoreksi jika ada yang salah dengan analisis saya.

Jika anda berminat mempelajari bahasa Bugis dengan cara mendengarkan langsung pengucapannya dari penutur aslinya disertai artinya, silakan kunjungi channel Gantolle Cella di Youtube, atau anda bisa langsung menonton beberapa videonya berikut ini.

⇛ 40 Pertanyaan yang Umum Digunakan dalam Bahasa Bahasa Bugis:


⇛ 25 Nama Binatang dan Artinya:


Demikian, semoga bermanfaat!

Di-update pada hari Selasa, 19 Maret 2019, 05:16.

About Imajinasi Kontemporer


Ada 3 hal yang menjadi tujuan saya membuat blog ini, yaitu:
  1. Mendokumentasikan pemikiran,
  2. Membagikan pemikiran dan pengalaman,
  3. Belajar bertanggung-jawab.
Pertama, mendokumentasikan pemikiran. Saya teringat dengan hari-hari yang kujalani sepanjang tahun 2011. Saat itu, saya begitu aktif mendalami filsafat. Terkadang ada pemikiran-pemikiran baru yang muncul saat disikusi, debat, membaca buku, atau di saat-saat sebelum tidur. Pemikiran-pemikiran tersebut hanya sedikit sekali yang saya tulis. 

Tahun 2012, saya beralih dari kajian filsafat ke kajian ilmu-ilmu fiqih dan hadits. Tahun 2013, saya baru sadar bahwa banyak pemikiran-pemikiran filsafatku yang terlupa. 

Pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh otak kita tidak dapat bertahan lama dalam ingatan. Tidak seperti pengalaman seru atau pengalaman yang menguras emosi yang dapat bertahan bertahun-tahun dalam ingatan, bahkan sampai di hari tua.

Kalau saya hanya ingin mendokumentasikan pemikiran, kenapa saya mesti mendokumentasikannya dalam sebuah blog? Hal ini ada kaitannya dengan tujuan yang kedua.

Kedua, membagikan pemikiran dan pengalaman. Perjalanan hidup mengajarkanku bahwa tidak semua pemikiran dan pengalaman pribadi kita akan dianggap "sampah" oleh orang lain. Terkadang, terdapat pemikiran dan pengalaman pribadi yang sangat dibutuhkan oleh orang lain walau kita sendiri terkadang tidak menyadari hal itu.

Contoh kecilnya, kita berhasil menyelesaikan sebuah soal matematika sederhana. Mungkin bagi kita soal itu tampak sederhana dan memalukan untuk dibagikan di blog. Itu pemikiran kita, siapa yang tahu kalau ada orang lain di luar sana yang kesulitan mengerjakan soal yang sama dengan yang telah kita kerjakan? Mungkin ada siswa SD atau SMP---misalnya---yang kesulitan mengerjakan soal matematika yang kita anggap sederhana itu dan dia sangat terbantu ketika membaca artikel kita yang membahas hal itu.

Dengan sesuatu yang kita anggap sederhana saja, kita masih bisa membantu orang lain. Bagi saya, satu-satunya yang bisa membuat saya merasa berguna hidup di bumi adalah ketika saya memiliki sesuatu yang bisa membuat orang lain terbantu.

Yang saya maksud dengan membantu orang di sini adalah "membantu" dengan cara yang baik. Bukankah kehadiran Fir'aun sangat membantu Musa AS dan kaumnya. Dengan kehadiran Fir'aun, Musa AS dan kaumnya diuji. Bayangkan jika Fir'aun tidak ada, ujian yang dialami Musa AS dan kaumnya mungkin tidak terlihat "wow" bagi kita. Mungkin juga tidak terlihat "wow" bagi Tuhan. Tentunya, kita tidak ingin membantu orang lain sebagaimana Fir'aun telah membantu Musa AS dan kaumnya masuk surga kan?

Percaya atau tidak, saya bukan orang yang suka memamerkan foto di mana pun termasuk di blog. Terus, kenapa foto saya terpampan di blog ini?

Jawabanya, supaya polisi dapat dengan mudah menemukan saya ketika terdapat artikel saya yang berisi hal-hal yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hanya joke yang tidak lucu, sebenarnya bukan itu alasannya.

Salah satu dosen yang pernah saya temui, sangat keras dalam melarang mahasiswanya menjadikan artikel-artikel dalam blog sebagai referensi dalam pengerjaan tugas-tugas kuliah. Kata beliau, banyak penulis-penulis di blog yang tidak dapat mempertanggung-jawabkan tulisannya. Si blogger bersembunyi di balik layar lalu "melemparkan" informasi-informasi kepada khalayak ramai. Jika pembaca mengalami "bencana" akibat informasi yang ia bagikan, si blogger tidak dapat dimintai pertanggung-jawaban karena dari tadi berada di belakang layar dan tidak dikenali. Ini bukan pernyataan saya ya! Ini pernyataan si dosen itu.

Saya khawatir, ada salah satu mahasiswa si dosen yang malas membaca artikel saya hanya karena teringat perkataan si dosen. Supaya hal ini tidak sampai terjadi maka saya pasang foto sebagai bentuk pernyataan simbolik bahwa apa yang saya tulis dalam blog ini dapat dipertanggung-jawabkan. Saya bukan makhluk astral. Saya makhluk real yang bisa didapati berjalan-jalan dengan kaki yang tetap menginjak bumi.

Terakhir, saya ingin membahas mengenai logo blog ini. Logonya dapat dilihat di bagian atas artikel ini---bagi anda yang tidak sempat memperhatikan logonya tadi.

Ada beberapa orang berimajinasi tinggi yang menganggap bahwa logo Imajinasi Kontemporer mengandung simbol satanisme. Mungkin yang dia maksud adalah bentuk di bagian tengah lingkaran putih yang mirip mata satu. Mata yang buta sebelah kiri, mirip mata Dajjal. Terus, di bagian atas terdapat satu tanda titik besar. Sekilas mungkin terlihat seperti mata yang berada di kening atau dahi. Sekali lagi, terlihat mirip dengan Dajjal.

Terus, apakah admin Imajinasi Kontemporer merupakan salah satu pengikut Dajjal? Astagfirullah, tentu saja tidak seperti itu. Itu semua hanyalah kebetulan belaka.

Simbol hitam yang berada di tengah lingkaran putih sebenarnya adalah huruf A dalam aksara Lontara. Aksara Lontara adalah salah satu jenis aksara yang pernah digunakan secara resmi di Sulawesi Selatan tempo dulu.

Kenapa saya menggunakan aksara Lontara? Setidaknya ada 3 alasan, yaitu:
  1. Saya adalah generasi muda suku Bugis yang merasa berkewajiban melestarikan warisan leluhur,
  2. Aksara Lontara merupakan aksara yang digunakan untuk menulis Sure' I Lagaligo, sebuah epik terpanjang di dunia. Saya menggunakan huruf Lontara sebagai bentuk penghargaan kepada penulis Sure' I La Galigo atas keberhasilannya menulis karya sastra yang sangat fenomenal dan berkualitas,
  3. Saya seringkali menulis teks menggunakan aksara Lontara sehingga kebiasaan ini terbawa ke blog.
Pertanyaan selanjutnya, kenapa saya menggunakan huruf A yang bentuknya mirip alis plus mata satu. Alasannya, huruf A dalam aksara Lontara akan dibaca I jika ditambahkan diakritik berupa tanda titik di bagian atas huruf. Huruf I adalah huruf pertama dalam nama Imajinasi Kontemporer, Ishaq Asri, dan I La Galigo.

Saya kira cukup sampai di sini. Semoga artikel-artikel dalam blog ini dapat memberi manfaat bagi anda!

Kamis, 10 Maret 2016

Mengubah Warna Huruf Terminal Fedora


Pernahkah anda merasa bosan dengan tampilan terminal dimana teks-teks yang ada di situ tanpa warna (baca : putih semua). Jika tidak, berarti tulisan ini tidak cocok untuk anda, hehe. Jika ya, mari kita lanjut membaca.

Di home, terdapat file yang bernama .bashrc.  Pengaturan warna terminal dapat dilakukan dengan menambahkan script pada file tersebut. Khusus untuk pemula Linux (maaf ya kalau terdengar kasar), tanda titik di depan nama file .bashrc menandakan bahwa file tersebut tersembunyi (hidden). Untuk menampilkannya maka gunakan perintah berikut di terminal:


ls -a


Jika anda ingin melihatnya di file manager, klik menu View lalu pilih show hidden file atau gunakan shorcut CTRL + H.

Jika anda berniat mengubah file .bashrc, ada baiknya jika anda mem-backup isi file tersebut terlebih dahulu supaya bisa dikembalikan ke kondisi awal jika terjadi masalah yang tidak diinginkan nantinya. Jika sudah, silakan buka terminal kemudian buka file .bashrc dengan cara:


gedit .bashrc


Kemudian tambahkan perintah berikut di bagian akhir:

export PS1="\e[1;33m[\u\[\033[1;32m\]@\[\033[1;33m\]\h \[\033[1;37m\]\W\[\033[1;33m\]]\[\033[1;31m\]\$ \e[m"

Simpan perubahan lalu buka ulang terminal untuk melihat hasilnya.

Jika hanya mengubah file .bashrc yang yang di home maka tampilan terminal dalam mode root akan sedikit bermasalah (jika anda mempermasalahkannya). Jika kita masuk ke mode root maka simbol user biasa yang berupa dollar (\$) tidak berubah menjadi simbol root yang berupa tanda pagar (#).

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena file .bashrc untuk root belum diedit. File .bashrc untuk root berada dalam direktori /root. Jika anda tidak mengubah file .bashrc yang berada di root maka simbol root akan ikut berubah menjadi $. Untuk mengatasi hal ini, buka file .bashrc di root dengan cara:


su 
cd /root 
gedit .bashrc


Lalu tambahkan perintah berikut di bagian akhir:

export PS1="\e[1;33m[\u\[\033[1;32m\]@\[\033[1;33m\]\h \[\033[1;37m\]\W\[\033[1;33m\]]\[\033[1;31m\]# \e[m"

Simpan perubahan. Keluar dari mode superuser lalu masuk kembali ke mode superuser untuk melihat hasilnya. Jika ada penjelasan yang terluput, silakan bertanya di kolom komentar.

Demikian postingan kali ini. Semoga bermanfaat!

Selasa, 08 Maret 2016

Mengubah Warna Huruf Terminal Ubuntu

Tampilan Terminal Ubuntu

Seorang teman saya pernah mempermasalahkan tampilan huruf-huruf di terminalnya yang katanya membosankan. Tulisan-tulisan yang ada di situ tidak berwarna (hanya istilah, maksudnya berwarna putih) dan membosankan. Setelah saya membantu menyelesaikan masalahnya, tiba-tiba saya berpikir untuk membahas masalah ini di blog. Mungkin saja ada di antara teman-teman yang mengalami hal yang sama.

Baiklah, kita mulai. Silakan buka terminal kesayangan anda dengan menekan tombol CTRL + ALT + T kemudian jalankan perintah di bawah ini:


ls -a


Anda akan melihat sebuah file yang bernama .bashrc. Buka file tersebut dengan menjalankan perintah di bawah ini:


gedit .bashrc


Jika anda tidak suka menggunakan editor gedit, anda bisa menggantinya dengan editor favorit anda. Jenis editor yang digunakan tidak mempengaruhi hasil akhir selama anda mahir menggunakannya. Di sini, saya menggunakan gedit karena lebih ramah terhadap pemula.

Jika editor gedit telah terbuka, ada baiknya jika anda mengaktifkan nomor barisnya (line number) untuk mempermudah pencarian (kita akan mencari sesuatu). Caranya, klik menu Edit, pilih Preferences, lalu ceklis Display line number dalam tab View.

Hilangkan tanda pagar (#) yang ada di awal baris ke-46 sehingga tampak seperti berikut:

force_color_prompt=yes 

Setelah selesai, perhatikan baris ke-60. Editlah baris tersebut sehingga tampak seperti di bawah ini:

PS1='${debian_chroot:+($debian_chroot)}\[\033[01;33m\]\u\[\033[01;31m\]@\[\033[01;33m\]\h\[\033[01;36m\]:\[\033[01;34m\]\w\[\033[00m\]\$ '

Simpan perubahan lalu keluar terminal kemudian masuk kembali, lihat apa yang terjadi. Gampang kan, teman-teman? Semoga berhasil!

Demikian postingan kali ini. Jika ada yang terluput, silakan bertanya di kolom komentar.

Mengenal Filsafat


Filsafat adalah pandangan secara universal (berlaku secara umum tanpa batas waktu), fundamental (mendasar), radikal (meneliti sampai ke akar persoalan), logis (masuk akal), etis (baik), dan estetis (indah) terhadap segala sesuatu. Segala sesuatu dapat dibagi menjadi tiga hal yaitu sesuatu yang ada, sesuatu yang mungkin ada dan sesuatu yang tidak ada. Sesuatu yang ada adalah sesuatu yang dapat ditangkap keberadaannya oleh indra dan atau perasaan dan atau akal sehat (akal sehat merupakan akal yang bekerja dengan konsep berpikir yang tidak rancu). Sesuatu yang mungkin ada adalah sesuatu yang keberadaannya belum dapat diamati tetapi ada kemungkinan dapat diamati karena keberadaannya tidak bertentangan dengan akal sehat. Sesuatu yang tidak ada adalah sesuatu yang keberadaannya belum dapat diamati dan kemungkinan keberadannya dibantah oleh akal sehat.

Banyak orang yang beranggapan bahwa filsafat mendewakan akal, hal ini tidaklah sepenuhnya benar. Kata "filsafat" dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “falasifah" dalam bahasa Arab. Kata "falasifah" dalam bahasa Arab berasal dari kata “philosophy" dalam bahasa Yunani (Greek). Sedangkan kata "philosophy" dalam bahasa Yunani merupakan turunan dari dua kata yaitu "philein" yang berarti cinta atau suka dan "sophia" yang berarti kebijaksaan. Dari sini terlihat bahwa fisafat berarti cinta akan kebijaksanaan, bukan cinta akan kebenaran. Lalu apakah yang dimaksud dengan "kebijaksanaan"?

Di dalam diri manusia terdapat tiga potensi batiniah yaitu logika (akal), etika (budi pekerti) dan estetika (seni). Logika menghasilkan kebenaran, etika menghasikan kebaikan dan estetika menghasilkan keindahan. Sesuatu dapat dikatakan bijak jika dan hanya jika sesuatu itu dibangun di atas pondasi kebenaran, mengandung kebaikan dan disampaikan dengan penuh keindahan. Jadi yang diperlukan dalam kebijaksanaan bukan hanya kebenaran semata, kebaikan semata atau keindahan semata. Tidak semua yang benar adalah baik dan tidak semua yang baik adalah benar serta yang baik dan benar tidak selalu dapat diterima ketika disampaikan dengan cara yang salah dan pada waktu yang salah. Kebijaksanaan adalah kelogisan, keetisan dan keestetisan terhadap sesuatu. Jadi filsafat merupakan penggunaan ketiga potensi batiniah manusia.

Sekian postingan kali ini. Semoga bermanfaat!